Minggu, 30 Oktober 2011

JURNAL LANDASAN – LANDASAN PENDIDIKAN (kelompok 7)


FILSAFAT PENDIDIKAN

JURNAL
LANDASAN – LANDASAN PENDIDIKAN
Disusun oleh:
Kelompok 7
          Arni Sula Novara          (409 341 005)
                  Faisal Abdau Samosir    (409 341 019)
                  Fauzan                         (409 341 021)
                          Siti Rahmi                     (409 341 048)
                  Yuli Sartika Rambe        (409 341 055)
                          Zainuddin                     (409341 059)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011

LANDASAN – LANDASAN PENDIDIKAN

Abstrak : pendidikan adalah proses merubah seseorang menuju kematangan. Pendidikan menjadikan manusia bermakna bagi dirinya sendiri, lingkungan, masyarakat, bangsa, dan Negara.  Beberapa tahun terakhir ini terdapat pendapat yang sangat kuat mengatakan pendidikan harus bisa membawa adanya rasa keterkaitan antara peserta Didik dan lingkungannya. Peserta didik diharapkan tidak hanya mengenal  lingkungannya ( alam, social, dan budaya )akan tetapi juga mau dan mampu mengembangkannya. 
Guna mencapai tujuan ini maka penddidikan harus memilki landasan – landasan dalam proses kegiatannya.Manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang maha kuasa dan merupakan mahluk social budaya.  Oleh karena itu, pendidikan sekurang – kurangnya harus dilandasi oleh nillai agama, filsafat, moral, dan hokum.  Landasan – landasan inilah yang perlu diperhatikan oleh tenaga pendidik dan orang – orang yyang berperan dalam pendidikan.
Kata kunci :Pendidkan,Agam,filsafat,moral dan budaya.
Pendahuluan
            Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, solandasan hukum, landasan moral,landasan sosialogi,landasn psikologis .landasan ilmiah dan  cultural. dan landasan agama, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa depan.
1. Landasan Agama
Berdasarkan iman percaya kita masing-masing manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk maksed mulia. Tuhan Allah memberikan kuasa pada manusia itu untuk hidup menghidupi kehidupan yang diberikan padanya sebagai ciptaan tuhan. Bebrarti manusia memiliki kemampuan dan potensi sebagai anugtah Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus dikembangkan dalam hidupnya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki manusia dibatasi oleh kesempatan dan usaha serta kreativitas manusia itu  proses pengembangannya. Manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan dan membutuhi kebutuhannya, akan tetapi bukan tanpa batas, karena manusia harus hidup berdampingan dan saling membangun dengan manusia lainnya.
Agama sebagai landasan pendidikan, bukan hanya berlaku pada pendidikan formal di lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), melainkan juga harus melandasi pendidikan dalam keluarga sebagai lembaga pendidikan informal, dan dalam masyarakat atau pendidikan nonformal. Ajaran dan nilai agama menjadi dasar atau landasan terhadap pelaksanaan proses kegiatan pendidikan yang mencaku, tujuan, materi, metode, system, pengelolaan, dan pembangunan pendidikan. Dalam pendidikan harus diutamakan pemenuhan dan pengembangan kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak sesuai bila salah satu dikesampingkan dan satunya diutamakan. Kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani harus diperhatikan, karena itu pendidikan harus dapat mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, spiritual tinggi, dan kecerdasan emosional tinggi.
Salah satu dasar Negara Republik Indonesia, sebagai dasar pertama, adalah ketuhanan yang maha esa. Hal ini menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia menjamin setiap warga Negara memeluk agama masing-masing sesuai dengan kepercayaan mereka, tidak dapat memaksa agama dan kepercayaan kepada orang lain. Setiap penganut agama masing-masing seharusnya menjadikan agama itu sebagai landasan hidup serta landasan pendidikan. Sangat diyakini bahwa agama apa pun tidak ada yang mengajarkan kejahatan, penyelewengan keributan sampai pembubuhan. Ajaran, norma dan nilai agama menjadi patokan, mengarah serta menetapkan terbinanya kehidupan yang aman, nyaman, tentram, adil, damai dan sejahtera. Kedudukan hidup dan kehidupan manusia dihadapan Tuhan Yang Maha Esa adalah sama, tidak membedakan ras, suku, golongan, tua maupun muda, kaya ataupun miskin. Nilai ini harus menjiwaai pelaksanaan proses kegiatan pendidikan, dimana peserta didik adalah sama dihadapan pendidikannya, dan mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam pelayanan pendidikan bagi setiap warga Negara.  
2. Landasan filosofis
            Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu di perlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya. (filsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan didunia. Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua factor yaitu :
a. religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
b. ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada diantara keduanya: kawasannya seluas dengan religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan dan karana mengandalkan akal manusia (redja mudyahardjo, et.al.,1992: 126-134)
             Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berfikir bebas serta merentang  pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni :
a. Filsafat sebagai kelanjutan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuan itu.
b. Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika ( tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek),  metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu se3ndiri, serta social dan politik (filsafat pemerintahan). Disamping itu, berkembang pula cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian spesifik, seperti filsafat ilmu, filsafat hukum, filsafat pendidikan dan sebagainya (redja mudyahardjo, et. al., 127-128; filsafat ilmu, 1981: 9-10). Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji masalah sekitar pendidikan dengan sudut pandang filsafat.
              Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusahah mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraan pendidikan , dan dari sisi lain, pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa, mengapa, ke mana, bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan tidak  segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan ketepatannya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan. Ketepatan setiap keputusan dan tindakan, serta diikuti dengan upaya pemantauan dan penyesuaian yang menerus, sangat penting karena koreksi setelah di peroleh  hasilnya akan sangat sulit dan sudah terlambat.
             Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemologi, etika, dan estetika, metafisika, dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian  tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
a) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti yang disimpulkan
sebagai zoon politicon, homo sapiens,animal educandum, dan sebagainya.
bMasyarakat dan kebudayaannya.
     Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan; dan
c) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan       
     (wayan ardhana, 1986: modul 1/9). Hasil-hasil kajian filsafat tesebut, utamanya tentang
     konsepsi manusia dan dunia-Nya, sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan.
             Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan aliran dunianya yang di kemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat bervariasi, bahkan kadang-kadang bertentangan . secara historis terdapat dua aliran yang saling bertentangan yakni idealisme dan naturalism (positivisme), dengan segala variasinya masing-masing (abu hanifah, 1950). Di samping kedua aliran tersebut, telah berkembang pula beberapa aliran lain, sehingga tedapat aliran-aliran filsafat materi, filsafat cita, filsafat hidup, filsafat hakikat, filsafat eksistensi, dan filsafat ujud (beerling, 1951: 40) wayan ardhana, dan kawan-kawan (1986: modul 1/12-18) mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti :
a) Idealisme.
b) Realisme.
c) Peranialisme.
d) Esensialisme.
e) Pragmatism dan progresivisme.
f) Eksistensialisme.
             Sedangkan waini rasyidin (dalam redja mudyahardjo, et. at., 1992: 140-150) membedakan  antara aliran filsafat dan mazhab filsafat pendidikan, yakni : aliran  filsafat yang besar pengaruhnya terhadap pendidikan adalah idialisme, realism ( positivism, materialism), neothomisme, dan pragmatism; sedangkan mazhab filsafat pendidikan adalah esensialisme, perenialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme. Baik sebagai aliran filsafat maupun sebagai mazhab filsafat pendidikan, pandang-pandangannya tentang manusia dan dunianya pada umumnya ikut mempengaruhi konsepsi dan atau penyelenggara pendidikan.
             Naturalism merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bias ditangkap oleh pancaindra sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini bias pula diberi nama yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia dan dunianya, seperti: realism, sebagai contoh, menekan pada  pengakuan adanya kenyataan hakiki yang objektif, diluar manusia. Kenyatan hakiki yang objektif itu ada secara praeksistensi yakni mendahului dan lebih utama dari keberadaan manusia beserta kesadarannya. Contoh lain, positivism mengemukakan bahwa kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu pastilah dapat diamati dan atau diukur, seperti diketahui, positivisme sangat mengutamakan pengukuran dalam penelitian ilmiah. Aliran ini, dengan nama-nama yang bervariasi, menekankan bahwa nilai-nilai bersifat absolute dan abadi yang berdasarkan  hukum alam. Oleh karena itu, pendidikan tidak lain dari usaha untuk mengajarkan berbagai  disiplin pengetahuan terpilih sebagai pembimbing kehidupan yang terbaik, seperti sejarah, bahasa, ilmu pengetahuan alam, dan matematika.
             Bertentangan dengan aliran diatas, idialisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yanga dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai sejati yang absolut dan abadi. Terdapat variasi pendapat beserta namanya masing-masing dalam aliran ini seperti spiritualisme, rasionalisme, neokantianisme, dan sebagainya. Variasi itu antara lain menekankan pada akal rasio pada rasionalisme, atau sebaliknya pada ilham untuk irasionalisme, dan lain-lain. Meskipun terjadi variasi pendapat tersebut, namun pada umumnya aliran ini menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten, antara lain melalui intropeksi dan Tanya jawab. Oleh karena itu, sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan, dan kehudupan yang luhur.
             Paragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai keguanan praktis; degan kata lain, pahami ini maenaytakan yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia (abu hanifah, 1950: 136) john dewey (dari redja mudyahardjo, et. at., 1992: 144), salah seorang tokoh paragmatisme, mengemukakan bahwa penerapan konsep paragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap:
1) Situasi tak tentu (indeterminate situation), yakni timbulnya situasi keteganagan di dalam     pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifiks.
2) Diagnosis, yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan factor penyebabnya.
3) Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah.
4) P engujian hipotesis, yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta      
     implikasinya masing-masing jika di praktekkan.
5) Evaluasi, yakni mempertimbangkan hasil setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
            Oleh karena itu bagi paragmatisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode mengajar yang penting adalah metode pemecah masalah. Pengaruh aliran paragmatisme tersebut bahkan terwujud dalam gerakan pendidikan progresif atau progresivisme sebagai bagian dari suatu gerakan reformasi sosiopolitik pada akhir abad XIX dan awal abad XX di Amerika Serika. Paragmatisme menentang pendidikan dengan prinsip-prinsip antara lain:
a) Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar.
b) Menumbuhakan minat melalui penaglaman langsung untuk merangsang belajar.
c) Guru harus menjadi peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d) Harus ada kerja sama sekolah dan rumah.
e) Sekolah progresif harus merupakan suatu laboraturium untuk melakukan  eksperimentasi (wayan ardhana, 1986: 16-17).
           Aliran filsafat yang bercorak keagaman ikut pula mempengaruhi pemikiran tentang pendidikan, baik pada permulaan filsafat Yunani kuno maupun/terutama pada era pengaruh filsafat yang dipengaruhi agama Hindu,  islam, katolik,, protestan dan sebagainya. Meskipun sering sekali terjadi pertentangan antara agama dan filsafat, namun terdapat beberapa tokoh besar yang mengemukakan pandangan filosofi yang berpijak pada filsafat agama, seperti Ibnu sina atau Avicenna (980-1037), Al-Gazali (1058-1111), dan ibnu Rush atau Averrose (1126-1198) dari agama islam, st, Thomas Aquinas (1225-1274) dari agama katolik yang dapat dianggap puncakskolastik Kristen dengan filsafat neothomisme, laotse dari tacis di China, Rabindrat Tagore di India, dan sebagainya. Pokok pendapat aliran ini yakni Tuhan adalah pencipta alam semesta termasuk manusia sebagai ciptaan tertinggi. Hakikat manusia ialah kesatuan tubuh dan jiwa, manusia dapat mencapai pengetahuan multak aslkan dengan menggunakan akal dan iman, dan sebagainya (redja Mudyahardjo, et, al, 1992; 143). Pendapat-pendapat tersebut ikut mempengaruhi pendidikan, khususnya tentang hakikat manusia yang diupayakan perwujudannya melalui pendidikan.
           Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat pendidikan itu (redja Mudyahardjo, et, al, 1992; 144-150; wayan ardhana, 1986: 14-18) adalah :
A..Esensialisme
           Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealism dan realisme secara eklekis. Berdasarkan eklektisisme tersebut maka esensialisme tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realiseme  dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idelisme memberikan dasar tinjauan filosofis bagi mata pelajaran sejarah, sedangkan ilmu pengetahuan alam diajarkan berdasarkan tinjauan yang realistic. Matematika yang sanagat diutamakan idealisme, juga penting artinya bagi filsafat realism, karena matematika adalah alat menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil, dan nyata.
           Mazhab esensialisme mulai lebih donminan di Eropa sejak adanya semacam pertentangan diantara para pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran-pelajaran teoretik (liberal arts) yang ,memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran praktek (practical arts). Menurut mazhab esensialisme, yang termasuk the liberal arts, yaitu :
     a) Penguasaan bahasa termasuk retorika
     b) Gramatika
     c) Kesusasteraan,
     d) Filsafat
     e) Ilmu kealaman.
     f) Matematika.
     g) Sejarah
     h) Seni keindahan (fine arts)
           Dan untuk sekolah dasar (SD) kurikulumnya berintikan ketiga keterampilan dasar (basic skills) atau “the threer’s” yakni membaca (reading), menulis (writing) dan berhitung (arithmatic). Besarnya pengaruh esensialisme, umpama di USA, terlihat di kampus perguruan tinggi dengan gelar akademik serjana muda (bachelor of arts atau BA) dalam ilmu apapun juga haruskah dikeluarkan oleh “the college of liberal arts” yang berfungsi memberikan pelajaran yang pokok-pokok (essentials) sesuai perkembangan ilmu  pada peradaban modern. Pengembangan keterampilan intelek itu membebaskan akal (liberalizing) karena mengkaji hal-hal yang melampaui pengalaman pancaindra. Pendidikan yang dikembangkan pada zaman Belanda di Indonesia didasarkan atas mazhab perenialisme ialah pihak swasta.
B.Perenialisme
           Ada permasalahan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pencarian yang pokok-pokok (subject centered). Perbedannya, ialah perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
a.Pengetahuan yang benar (truth)
b.Keindahan (beauty)
c.Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
           Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial. Prinsip pendidikan antara lain:
a. Konsep pendidikan itu bersifat abadi , karena hakikat manusia tak pernah berubah.
b. Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan makhluk manusia yang unik, yaitu   kemampuan berfikir.
c.  Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
d. Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
e.  Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subjects)
           Mazhab perenialisme memiliki penganut pada perguruan swasta di Indonesia, karena mengintegrasikan kebenaran agama dengan kebenaran ilmu. Karena kebenaran itu satu, maka harus ada satu system pendidikan yang berlaku umum dan terbuka kepada umum. Juga sebaiknya kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup :
1.  Bahasa
2.  Matematika
3.  Logika
4.  Ilmu pengetahuan alam.
5.  Sejarah

C.Pragmatism dan progresivisme
           Manusia akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran. Sekolah adalah salah satu lingkunagan khusus yang merupakan sambungan dari lingkungan social yang lebih umum. Sekolah merupakan lembaga masyarakat yang bertugas memilih dan menyederhanakan unsur kebudayaan yang dibutuhkan oleh induvidu, belajar harus dilakukan siswa secara aktif dengan cara memecahkan masalah. Guru harus bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator bagi siswa.
           Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sdebagai berikut
a. Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
b. Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c. Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d. Sekolah progresif harus merupakan suatu laboraturium untuk melakukan reformasi pedagogis dan eksperimentasi
           Dengan belajar anak bertumbuh dan berkembang secara utuh karena itu, sekolah tidak mengajarkan anak, melainkan melaksanankan pendidikan. Pendidikan adalah untuk dapat hidup sepanjang hayat. Pendidikan bukan persiapan untuk hidup. Orang dapat belajar dari hidunya, bahkan kehidupan itu adalah pendidikan bagi setiap orang.
D. Rekonstruksionalisme
           Mazhab Rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan dan logis dari cara berfikir progresif dalam pendidikan. Induvidu tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini di sekolah, tetapi haruslah memplopori masyarakat ke masyarakat baru yang diinginkan. Dengan demi kian, setiap induvidu dan kelompok akan memecahkan masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai akses progresivisme.
           Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan suatu idiologi kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan mazhab ini adalah teorinya mengenai peranan guru, yakni sebagai pimpinan dalam metode proyek yang member peranan kepada murid cukup besar dalam proses pendidikan. Namun sebagai pemimpin penelitian, guru dituntut supaya menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya.
3. Landasan hukum
            Pendidikan merupakan keharusan bagi manusia. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan hidup yang menjadi hak asasi manusia yang harus dilindungi. Setiap warga Negara (individu) mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, oleh sebab itu, dalam penyelenggaraan pendidikan di perlukan ketentuan hokum dan peraturan oleh Negara atau pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan harus didasarkan pada landasan hak asasi manusia sesuai undang-undang yang berlaku. Penyelenggaran pendidikan termasuk pendidik, guru, sebagai orang yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan perlu memahami landasan hokum penyelenggaraan pendidikan. Dengan memahami landasan hokum mereka lebih siap menerima penyesuaian-penyesuain yang perlu dilakukan dan kemungkinan dapat diadakan inovasi dalam pendidikan. Pencasila seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian, tujuan, dan pandangan hidup bangsa Indonesia, oleh karena itu acuan yang harus menjadi dasar landasan hokum system pendidikan nasional adalah Pancasila.
Untuk mewujudkan proses penyelenggaraan pendidikan nasional bagi masyarakat bangsa dan negara Indonesia telah dikeluarkan berupa ketetapan-ketetapan MPRS/MPR dan Keputusan-Keputusan Pemerintah serta Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia No.30 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dan undang-undang, keputusan pemerintah lainnya tentang system pendidikan nasional bagi masyarakat bangsa dan negara Indonesia.
Guru sebagai pelaksanaan pendidikan seharusnya menaruh perhatian pada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Oleh karena itu tugas guru baik langsung maupun tidak langsung harus menunjang semua kebijakan pemerintah, yakni mempersiapkan manusia Indonesia bagi kehidupan masa depan. Untuk itu guru harus mampu mengikuti perkembangan dan perubahan kebijaksanaan pemerintah. Tidak hanya berkenaan langsung dengan bidang pendidikan bahkan dari berbagai aspek kehidupan yang memungkinkan mereka mengantarkan peserta didik untuk memahami hak dan kewajibannya. Sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan serta kemajuan kehidupan manusia, maka guru telah memiliki acuan atau pedoman dalam melaksanakan tugasnya yang dituangkan dalam undang-undang No 14 Tahun 2005 Tentang guru dan Dosen. Dalam undang-undang tersebut telah diatur kedudukan, tugas, fungsi, dan peranan guru dan dosen sebagai tenaga professional. Undang-undang inilah sebagai landasan hukum bagi guru dan dosen dalam melaksanakan tugasnya disamping undang-undang dan ketetapan atau keputusan pemerintah lainnya.
Landasan hukum utama dalam proses pelaksanan pendidikan nasiaonal bagi masyarakat-bangsa dan Negara Indonesia adalah Pancasiala dan Undang-Undang Dasar 1945 dan di dukung oleh Undang-Undang dan ketetapan-ketetapan MPRS/MPR dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah
4. Landasan moral
           Agama, filsfat, social, danhukum adalah sebagai sumber nilai bagi induvidu dan masyarakat, perwujudannya muncul dari prilaku, perbuatan, serta tindakan manusia dalam bentuk reaksi emosional, intelektual, spiritual, social dan keterampilan terhadap lingkungannya. Tinggi rendahnya kualitas reaksi manusia terhadap lingkungannya tadi, sangat dipengaruhi oleh kadar dan bobot etika serta moral yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan. Kualitas bobot dan kadar tersebut, tersebut terpulang pada pendidikan sebagai proses serta kegiatan yang dialami induvidu masing-masing. Dalam diri manusia sebagai peserta didik dan hasil dari proses pendidikan yang pada akhirnya yang menjadi sumber daya manusia, moral merupakan muara dari mekanisme aliran nilai-nilai agama, filsafat social, dan hukum. Oleh karena itu, lima landasan ini, agama, filsafat, social, hukum dan moral merupakan system yang terpadu, yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan.
           Manusia yang menghendaki hidup damai, aman, tentram, nyaman, dan penuh kepuasan, serta sejahtra, moral dasarnya terletak pada kadar serta bobot morar (akhlak) yang melekat pada dirinya. Menjadi induvidu yang dewasa dan berakhlak mulia, bukan merupakan suatu proses yang mudah dan sederhana . hal tersebut menuntut upaya dan perjuangan yang sungguh-sungguh dari lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat dan pranata-pranata lainnya). Moral (akhlak) mulia itu harus terintegrasi dalam totalitas kehidupan manusia itu meliputi, mulia dalam berucap, mulia dalam bergaul, mulia dalam bergagasan, mulia dalam bekerja, mulia dalam berbisnis, mulia dalam berpolitik, mulia dalam bermasyarakat, (Nursid Sumaatmadja. 2002: 53).
           Penanaman, pemeliharaan, dan pembinaan moral pada diri seseorang, tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat serta terputus-putus, melainkan harus dimulai sejak usia dini sampai dewasa dan sepanjang hayat dengan cara berlanjut serta berkesinambungan.pembinaan prilaku, sifat, dan sikap yang diharapkan melekat pada kepribadian tidak dapat berhasil dalam waktu singkat, kareana proses mental-psikologi itu bertahap, berkelanjutan, berkembang, memamkan waktu yang lama. Oleh karena itu, pembinaannya harus dimulai sejak bayi, bahkan menurut pakar psikologi perkembangan, sudah dimulai sejak bayi, bahkan menurut pakar psikologi perkembangan, sudah dimulai sejak bayi dalam kandungan (Monks, knoers, Siti Rahayu Haditono. 1994: 38-56 diambil dari Nursid Sumaatmadja. 2002: 53). Sesuai dengan itu, maka calon ibu atau ibu diwaktu mengandung, berupaya menciptakan kondissi yang mendukung terhadap pembinaan dan pembentukan akhlak atau moral yang dapat mempengaruhi potensi prilaku bayi yang akan lahir. Setidak-tidaknya ibu atau calon ibu salama mengandug berusaha menjauhkan diri perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang kurang mendukung terhadap pembinaan dan pembentukan moral (akhlak) mulia yang mungkin akan mempengaruhi potensi bayi dalam kandungan. Dan setelah bayi lahir, ibu, ayah dan anggota keluarga lainnya berusaha agar menjadi pembinaan akhlak mulia melalui tutur kata, kebiasaan yang terpuji serta keteladanan yang luhur. Hal ini dilanjutkan dengan Pembina-pembina akhlak mulai  di sekolah, di masyarakat, terutama para pemimpin atau tokoh ditenga-tengah msyarakat supaya memperhatikan akhlak mulia, karena tokoh atau pemuka masyarakat  terutama para pemimpin adalah penutan dalam kehidupan dan hidup peserta didik. Kondisi bangsa seperti sekarang, barangkali boleh dikatakan merupakan kemerosotan moral atau akhlak yag kurang diperhatikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh peserta didik (orang Negara) sehingga keteladanan semakin jauh dari kehidupan peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya sebagai manusia yang berakhlak mulia.
           Untuk menggambarkan keterpaduan landasan-landasan pokok pendidikan tersebut diatas, berikut ini dapat diperhatikan gambar yang mendeskripsikan proses pendidikan menuju manusia Indonesia yang berkualitas kemanusiaan.
Gambar 1 : Pengembangan Landasan Pokok Pendidikan Membina Manusia yang ManusiawiRounded Rectangle: AGAMA MORALRounded Rectangle: PESERTA DIDIK CALON SDMRounded Rectangle: PROSES KEGIATAN PENDIDIKANRounded Rectangle: MANUSIA YANG MANUSIAWI BERAKHLAK MULIARounded Rectangle: FILSAFAT SOSIOLOGI HUKUM




  


                                                                                               
   5. Landasan sosialogis
Kegiatan penddikan meruapakan suatu proses intraksi antara dua individu ,bahakan dua generasi,yang memungkinkan generasi muda memperkembngkan diri.kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengajadi bentuk oleh masyarakat.perhatian sosialogi kegiatan pendidikan semakin intensif.dengan meningkatkan perhatian sosialogi pada kegiatan pendidikan tersebut,maka lahirlah lambing sosialogi pendidikan.
             Sosialogi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses social dan pola-pola intraksi sosial di dalam system pendidikan .ruanag lingkup yang di pelajari oleh sosialogi pendidikan meliputi empat bidang :
1) Hubungan system pendidikandengan aspek masyarakat lain,yang mempelajari :
a.       Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
b.      Hubungan system pendidkan dan proses control sosial dan sitem kekuasan
c.       Fungsi system pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan
d.      Hubungan pendidikan dengan dengan kelas sosial atau system status
e.       Fungsionalisasi system pendidikan formal dalam hubungananya dengan ras,kebudayaan,atau kelompok – kelompok dalam masyarakat
2). Hubungan kemanusain di sekolah yag meliputi :
a.       Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah
b.      Pola intraksi sosiual atau struktur masyarakat sekolah.

3). Pengaruh sekolah pad perilaku anggotanya ,yang mempelajari:
a.       Peranan sosial guru
b.      Sifat keperibadian guru
c.       Pengaruh keperibadian guru terhadap tingkah laku siswa
d.      Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak –anak .
4). Sekolah dalam komunitas ,yang mempelajari pola intraksi antar sekolah dengan kelompok  sosial lain di dalam komunitasnya yang meliputi :
a.       Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.
b.      Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi system sosial komunitas kaum tidak terpelajar.
c.       Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsikependidikannya.
d.      Factor – factor demografi dan ekologi dalam hubungan dengan organisasia sekolah.

Keempat bidang yang di pelajari tersebut sangat esensial sebagai saran untuyk memahami system pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat (wayan ardhana,1986:modul1/67)
Kajian sosialogi tentang pada perinsipnya mencakup semua jalur pendidikan ,baik pendidikan sekolah mauapun pendidikan luar sekolah.khusus untuk jalaur pendididkan luar sekolah ,terutama apabiala ditinjau dari sosialogi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting ,karena merupakan lembaga sosial yang pertama bagi setiapa manusia.proeses sosialisasi akan di mulai dari keluarga ,dimana anak mulai mengembngkan diri .dalam UU RI NO.2 Tahun 1989 pasal 10 ayat 4 di nyatakan bahwa “pendidkan keluaraga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di selenggarakan dalam keluarga dan yang memberiakan keyakiaa agama , nilai budaya , nilai moral ,dan keterampilan “.perlu pula di tegaskan bahwa pemerintah mengakui kemandirian keluarhga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungan sendiri.meskipun pendidikan pormal telah mengambil sebgian tugas keluarga dalam mendidik anak ,tewtapi pengaruh keluaraga tetap penting sebab keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang di kenal oleh anak.
Selanjutnya,di samping sekolah dan keluarga proses pendidikan juga sangat di pengruhi oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat seperti kelompok keagaman ,organisasi pramuka dan pemuda dan laian – lain .terdapat satu kelompok khusus yang datangnya bukan dai orang dewasa,tetapi dari anak – anak lain yang hamper seusiayang di sebut kelompok sebaya.kelompok sebaya ini juga meruapakan agen sosialisasi yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia anak .anak kelompok sebya terdiri dari sejumlah individu yang rata – rta usianya hampir sama  yang mempunyai kepentingan tertentu yang bersifat sangat sementara.
Kelompok sebaya bukanalah merupakan lembaga yanag bersipat tetap  sebagaimana keluaraga .memang kelompok ini mempunyai semacam organisasi ,tetapai peranan dari setiapa aggota kurang jelas dan peranan perana itu sering berubaha ubah.pada beberapa kelompok sebaya ,bahkan tidak jelas siapa sebenarnya yang menjadi anggota dan siapa yang bukan naggota.anak – anak selalu pindah dari satu kelompok ke kelompok sebya lainya sejalan dengan bertambhnya usia anak yang bersangkutan.banyak anak  menjadi anggota lebih dari satu kelompok dalam wakyu yang bersamaan .pada suatu saat seorang anak menjadi anggota kelompok sebaya di kampungnya ,di organisai pemuda dan atau di sekolah.di dalam masing masing kelompok seorang anak mempunyai status tertentudan di tuntut dari kelompok sebaya dan adanya kecendrungn setiap angota kelompok untuk memenuhi ekspektasi itu,maka di rasakan pengaruh kelompok sebaya menjadi semaki penting.sebagai lembaga sosial ,kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang jelas dan tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen .tetapi kelompok sebaya dapat menciptakan solidaritas yang sangat kuata di antara anggota kelompoknya.terdapat beberapa hal yang dapat di sumbngkan oleh kelompok sebaya dalam prose sosialisasi anak ,antara lain bahwa  kelompok sebya memberikan model ,memberikan identitas,serta memberikan dukungan (support).di samping itu kelompok sebaya memberikan jalan pada anak untuk lebih independen dan menumbuhkan sikap kerja sama dan membuka horizon anak lebih luas.
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan atau interaksi antara pendidik dengan peserta didik, antara guru dengan murid dan staf sekolah lainnya. Pergaulan itu terjadi dalam situasi formal yaitu dalam proses belajar mengajar di kelas maupun dalam situasi yang kurang formal seperti pergaulan sewaktu istirahat, sewaktu acara perpisahan, acara peringatan hari besar nasional ataupun hari besar agama. Baik dalam situasi formal maupun dalam situasi yang kurang formal, pergaulan yang terjadi di sekolah adalah pergaulan yang bersifat edukatif, pergaulan yang memiliki nilai-nilai padagogis, karenanya harus memiliki landasan sosial agar dapat dipertanggung jawabkan. Pergaulan dalam interaksi proses belajar mengajar di sekolah adalah menyangkut hubungan antar manusia, menyangkut hubungan sosial. Sekolah sebagai suatu masyarakat kecil tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya, sehingga kaidah mengenai hubungan antar manusia (sosial) berlaku juga bagi kehidupan masyarakat sekolah. Landasan sosiologi dapat juga disebut sebagai landasan sosial budaya. (Gunawan. 2000 : 46)
Sekolah sebagai lembaga pendidikan secara histories dibentuk atau didirikan oleh dan untuk masyarakat. Guru dipilih oleh anggota masyarakat untuk mendidik dan membimbing peserta didik anak anggota masyarakat itu juga. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan bagi anak-anak mereka, karena pendidikan informal yang mereka laksanakan selama ini pada masing-masing keluarga dirasakan tidak lagi memadai karena kemajuan zaman. Karena itu sekolah dapat dikatakan merupakan bagian atau sub sistem sosial. Sebagai suatu sistem sosial sekolah mempunyai strukstur, sistem, proses dan pelaku-pelaku kegiatan serta pola-pola interaksi yang semuanya itu akan menentukan jalannya aktivitas yang dilakukan di sekolah. Sebagai suatu sistem sosial, sekolah mempunyai pola-pola interaksi seperti:
a. Interaksi guru dengan murid, murid dengan murid, guru dengan guru, dengan staf administrasi dan pimpinan sekolah
b. Adanya dinamika kelompok yang terjadi didalam maupun diluar kelas, dan
c. Adanya struktur dan fungsi-fungsi sistem pendidikan di sekolah tersebut
Dengan keadaan sekolah sebagai suatu masyarakat kecil, suatu subsistem sosial, maka penyelenggara sekolah harus menyadari hal-hal berikut :
a. Sekolah adalah suatu komuniti yang sangat teratur, baik strukturnya, fungsi dan peran masing-  
    masing anggota komuniti, maupun hubungan antar personal yang ada, interaksi edukasi dan  
    adanya disiplin bagi semua pihak yang terlibat di sekolah. Sebagai suatu komuniti, sekolah  
    berusaha menekankan rasa kebersamaan, rasa senasib sepenanggung, selalu memikirkan dan
    mengusahakan kemajuan untukkomuniti, mengusahakan semangat untuk merasa bangga
    menjadi   komuniti sekolah. Dengan adanya hal seperti itu ikatan batin sebagai suatu ciri   
    komuniti telah dapat ditumbuhkan di sekolah.
b. Sekolah sebagai komuniti memiliki ciri yang khusus yakni, anggotanya terdiri dari berbagai etnis dengan latar belakang budaya yang beragam, terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan, berbagai latar belakang sosial dan sosial ekonomi yang berbeda dan berbagai jenis kondisi keluarga. Sekolah sudah tentu tidak mampu dan memang bukan berusaha untuk melebur semua fakta ini untuk menjadikan sekolah menjadi satu komuniti dengan hanya memiliki satu ciri tertentu, namun paling tidak sekolah mampu mereduksi hal-hal yang negatif yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut. Sekolah harus berusaha dan mengembangkan kebutuhan komuniti dengan menghargai perbedaan sebagai modal pengembangan untuk kemajuan mengembangkan kebudayaan daerah, dan menyikapi secara bijaksana aspirasi-aspirasi yang timbul karena perbedaan-perbedaan itu.
c. Sekolah merupakan wadah dan sarana untuk pembauran dari berbagai latar belakang etnis dan budaya, sehingga sekolah dapat merupakan alat pemersatu untuk terciptanya budaya nasional. Sekolahlah yang dapat mengurangi rasa kedaerahan, mengurangi isme kesukuan, sekolahlah yang merupakan kesatuan komuniti walaupun anggotanya terdiri dari berbagai latar belakang etnis dan budaya serta agama yang berbeda.
d. Sebagai suatu komuniti, sekolah berusaha mempertahankan kekompakan anggota komuniti dengan menanamkan rasa ikut memiliki (sense of belongingness) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) pada semua aggota komuniti, terutama pada peserta didik. Peserta didik mestinya merasa bahwa sekolah adalah milik mereka, mereka menyayangi sekolah, menyayangi guru-guru dan staf sekolah, menyukai hubungan sosial dan interaksi edukasi yang terjadi di sekolah, peserta didik merasa bangga menjadi murid di sekolah iu, merasa bertanggung jawab atas nama baik sekolah, dan bertanggung jawab atas kebersihan dan kenyamanan sekolah
e. Perlu adanya dinamisasi suatu komuniti. Sekolah perlu menumbuhkan dan meningkatkan dinamika kelompok, baik didalam proses belajar mengajar di kelas, maupun pada kegiatan-kegiatan diluar kelas seperti kegiatan ekstra kulikuler, kegiatan pelaksanaan kurikulum muatan lokal, dan kegiatan temporer lainnya. Dinamika kelompok dalam suatu komuniti merupakan motivasi untuk berkembangnya suatu komuniti dan merupakan wadah atau sarana untuk menumbuhkan rasa kebersamaan, rasa ikut memiliki, rasa tanggung jawab kekompakan, dan keterikatan dan rasa sayang kepada komuniti dan sekolahnya,
f. Disamping menumpuk kekompakan dan rasa bersatu dalam komuniti sekolah, tidak kalah pentingnya untuk memupuk hubungan yang baik dan kompak dengan pihak-pihak di luar komuniti sekolah itu sendiri demi pengembangan komuniti itu sendiri. Untuk merealisasikan konsep ini banyak kegiatan yang dapat dilakukan sekolah, seperti mengadakan pameran, mengadakan kunjungan-kunjungan, mengadakan diskusi antar sekolah.

Landasan sosiologi ini sangat penting diperhatikan penyelenggara sekolah apalagi bila dilihat perkembangan dan keadaan kondisi sekolah saat ini atau belakangan ini. Peserta didik tega mengadakan perusakan di sekolahnya dengan dalih menuntut sesuatu yang menurut mereka kurang sesuai kebutuhan dan perkembangan sekolah. Hal ini dapat dikatakan merupakan salah satu indikasi, disamping faktor lain yang mempengaruhinya, kurangnya rasa kebanggaan dan memiliki dalam diri peserta didik sebagai anggota komuniti sekolah yang bersangkutan. Seharusnya justru peserta didik yang akan menjaga dan memelihara sekolahnya termasuk fasilitas, sarana dan prasarana yang ada di dalam sekolah
6. Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaanmanusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dri pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar.
a. Pengertian tentang Landasan Psikologis
Hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, misalnya pengetahuan tentang setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling cepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tenang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
b. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupunkarena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pngaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.
7. Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan iptek. Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).
a. Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (Knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistomologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut ilmuwan. Dengan demikian, pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu sosial/social sciences dan ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni, fisafat , bahasa, dsb). Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat daari informasi itu.
b. Perkembangan Iptek sebagai landasan Ilmiah
Pengembangan dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan : Penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius.Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Pembentukan keterampilan dansikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.
8. Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang.
Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.

Kesimpulan
Untuk mencapai tujuan dari pendidikan hendakna menguasai landasan pendidikan, yknai menurut agama, filsafat, norma dan budaya. Adapun landasan tersebut yakni pendidikan harus mampu menyesuaikan kebutuhan material dan spiritualnya, pendidikan harus mampu memberikan pandangan hidup, mampu memberikan sifat penyesuaian terhadap peserta didik dan pendidik serta lingkungannya, pendidikan dilaksanakan sesuai dengan keijakan yang sudah ditetapakan oleh pemerintah, maka pendidik harus menguasai landasan hokum dari proses pendidikan  dan selanjutnya pendidkan harus mampu menanamkan moral yang baik bagi peserta didik.
Dengan menguasi landasan – landasan pendidikan maka kemungkinan tercapainya tujuan pendidikan yang sebenarnya berpeluang lebih besar untuk dapat dicapai

Daftar pustaka
Mappiare ,Andi .1982;Psikologi remaja.surabaya:Usaha nasional
Puwanto,ngalim.1984;Psikologi pendidikan.Bandung,Pt remaja Rosdakarya
Syah,Muhibbin.1995;Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru . Pt.remaja
Rosdakarya:bandung
Tirtaraharja ,umar dan sula ,la.2000;Pengantar pendidikan,Pt.rineka cipta:jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar